Sandimoen Penyedia ‘Hom Lothe’ Di Pantai Klayar



Mas yen mau nginep kulo nyediakne hom lonthe….”
Kata Mbah Sandimoen lelaki baya 70-an tahun menawarkan sesuatu kami di Pantai Klayar.


Gelap dan sepi, hanya cahaya merah semburat di langit sebelah barat begitu memasuki tempat parkir yang masih berupa tanah berpasir di pantai Klayar. Kami langsung berlarian menuju bukit sebelah timur yang berjarak sekitar 2 an km, mobil saya kunci sambil berlarian, dipundak terlilit kamera dan tangan kiri menenteng tripod mirip tentara yang sedang mengerjar musuh. Nafas terengah-engah lewat mulut seperti anjing yang berlarian mengejar mangsa. Kami datang terlambat sesampai di bukit matahari sudah benar-benar tenggelam, dan hanya mendung hitam kemerahan mirip jelaga sisa perapian. Namun bagaimanupun kai masih beruntung masih mendapatkannya meski tak sesuai yang kami harapakan. Sekitar 5-10 jepretan namun bisa mengobati lelah dan keringat yang bercucuran.
Kami berempat turun pelan-pelan dengan penerangan seadanya, dan malam benar-benar turun dengan gelapnya. perjalanan turun sampai tempat parkiran kami tempuh hampi 1 jam, berbeda dengan naiknya yang bisa kami tempuh 15 an menit. Sesampai diparkiran kami di dekati lelaki baya yang berumur sekitar 70an tahun.
“Mas yen mau nginep kulo nyediakne hom lonthe….” kata lelaki tua itu. Kami berempat saling berpandangan, sambil bergidik seakan menolak, karena datang dengan tujuan bukan (*maaf mesum) mencari begituan. Kata Lonthe bagi kai adalah pelacur.
“Wis to mas murah, cekap damel tiyang sak rombongan…” dia terus merayu.
“Dipirsani riyin, penginepan kulo…. ” sambil menunjuk di sebarang timur ada lampu kekuningan dipinggir pantai.
“Mengke mawon mbah… tak maem riyin…” jawaban saya seraya menghindar, naun si embah terus mengikuti kai di warung nasi yang tak jauh dari tempat mobil diparkir.
“Dahar nopo mas…?” kata perempuan pemilik warung.
“Wontene nopo buk?” tanya mas Shandy teman saya.
“Yah menten telas mas kantun kopi, yen kerso ngrantos tak wangsul tak pendetne tempe kalih tahu mengke tak sambelne bawang….” kata si ibu sambil membuatkan kopi.
“Pun manut wae buk, sak wontenen…” kata mas Daniel yang sudah kelaparan.
“Bade sipeng mriki po pripun, nggene mbah Sandimoen gadah Home Stay, niku tiyange sing ngetutne njenengan.” kata si ibu sambil nyerahkan kopi.
“Nginep penginepan kulo mawon mas murah, sak leh maringi njengenan mawon… nginep teng hom lonthe kulo mawon.” kata lelaki tua yang belakangan bernama mbah Sandimoen.
“Kok Lonthe mbah?” tanya saya
“Oalah mas ilat tuo, ora iso muni lan bingung ngeling-eling, amprih menak’e muni yo hom lonthe mas…” kata mbah Sandimoen polos.
Wakakakakakakakaka…… tawa kami meledak bersamaan
Ternyata menawarkan Home Stay bukan Lonthe si simbah.
“Oalah mbak saya kira sapeyan nawari lonthe, ternyata home stay toh….” kata mas Isrom sambil tertawa.
“Wis tuo mas gak wani neko-neko, penginepanku gak entuk ngge berbuat ngono, yen arep ngono ora usah neng hom lontheku…” kata mbah Sandimoen sambil tertawa.
Kami ber-5 berjalan beriringan menuju penginapan mbah Sandimoen, dengan lampu senter miliknya sebagai satu-satunya penerangan penunjuk jalan menuju kelip lapu diujung timur. Sambil menyingsingkan celana sementara tangan dan pundak membawa barang bawaan.
“Wis to mas… aman mobil e ben nek parkiran wae…aman-aman” mbah Sandiomoen meyakinkan kami.
14011721101226800055
Rumah mbah Sandimoen, akrab dan bersahaja
Hampir semalaman kami saling bercerita, dia mengeluarkan stop map yang berisi surat-surat beserta sertipikat, dia menunjukkan bukti rumah dan tanah kepemilikannya. pernah suatu hari ada orang dari Jakarta akan membeli tanah dan rumahnya, naun iya enggan untuk melepasnya. Dia menceritakan sudah mengajukan IMB serta surat ijin buat penginapannya. Dia menamai penginapanya “Pusaka Nuri”. Dalam sertipikatnya tersebut tertulis alamat home staynya RT 02 RW 04 Dsn Kendal, Desa Sendang Kec Donorejo Kab Pacitan.
Mbah Sandimoen meminta masukan buat home stay-nya, dan apa yang perlu di benahi lagi biar ramai di datangi orang.
“Mbah Kamare diparingi pintu sing iso dikunci, lan tiap kamar diparingi cop-copan listrik, omah ben tetep model kuno ngenten mawon ben tetep asri…” jelas mas Shandy, yang membuat mbah Sandimoen manggut-manggut.
“Tuku wesi buat tiang antena mbah, diparingi anetana handpon , tukune wonten kutho, ben daleme sampeyan enek sinyale, iso gawa tilpun…” permintaan mas Daniel.
“Nyuruh putrane wae sing enom yen perkoro antena mbah… ben gak bingun sampeyan… ” ibuh mas Isrom.
14011729651411965642
Dalam rumah mbah Sandimoen yang masih perlu banyak pembenahan, rumah Jawa dengan kamar kamar kecil (centhongan)
Kami terus bercerita sampai tak terasa jam hampir menunjukan 12 malam. kami keluar jalan-jalan di depan rumah yang sudah terhampai pantai, dan onggokan batu karang besar.
“Mbah yen pengin tempat yang paling duwur pundi?” tanya saya.
Sambil menunjuk ke arah bukit bagian barat, “Mriko mas… bade lihat pundi-pundi ketawis, ningali lintang sae pating krelop….”
“Milky way yuks… kesana….” ajak mas Shandy, cuaca cerah langit berseih meski sore tadi mendung tebal menyelimuti Klayar.

Bima Sakti dari bukit Klayar sebelah barat
Jam 2 kami turun dari bukit sebelah barat, sementara rombongan kami yang berangkat belakangan sudah tiba di parkiran dan sudah menunggu. Dan kami bergegas menuju penginapan.
Dan setelah subuh kami harus berlarian lagi menuju arah barat menyambut datangnya mentari yang diiringi langit ungu semburat lembayung.

Sorot lampu dari rumah mbah Sandimoen dijepret dari sebelah parkiran
Semakin iang kai merangsek ke arah timur, pas di depan rumah mbah Sandimoen ada onggokan batu karang yang mirip kapal selam.

Onggokan batu karang di depan rumah mbah Sandimoen, mirip kapal selam
Terus menuju timur ada karang besar yang terendam air dan diterjang ombak silih berganti dari arah timur dan barat, membuat kai semakin takjub
Kami masih penasaran dengan tempat kami berlarian petang kemarin, kai menelusuri jalan setapak kemarin dan kai melanjutkan jeprat -jepret di atas bukit itu sampai matahari di atas kepala.

Di timur bukit nampak hamparan pasir hitam. Shandy doc

batu karang mirip kapal selam di depan rumah mbah Sandimoen, doc Shandy

Rombongan lengkap kami, di bukit Klayar sebelah timur
Setelah makan siang kami berpamitan pada mbah Sandimoen dan pemilik warung yang tak lain anak perempuan mbah Sandimoen. Dan kami berjanji akan kembali lagi, kami sangat berterimakasih atas keramah tamahan serta hom lonthe-nya.
Dan mbah Sandimoen menitipkan kepada kai untuk mempromosikan hom lonthenya dengan tarip 80 ribu, dan saya minta nomer telephon bila sewaktu-waktu pengin nginep supaya dipersiapkan. Home Stay Pusaka Nuri , dengan nomer telephone 082331690169,  ada 4 kamar, mushola 8 kamar mandi.
Terima kasih atas hom lonthenya mbah Sandimoen……

artikel terkait http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2014/05/27/sandimoen-penyedia-hom-lothe-di-pantai-klayar-654974.html

penulis Nanang Diyanto