Telaga Ngebel 13 Oktober 2015. Sore
Hari stelah acara kirab pusaka di pusat kota Ponorogo kami bergegas
menuju telaga ngebel. Sesampai di pinggir telaga udara terasa dingin
khas hawa pegunungan, tidak disangka banyak sekali pengunjung yg sudah
memadati alun-2 kecamatan ngebel yang lokasinya berdekatan dengan
dermaga ngebel. Pagi
tadi menjelang malam 1 Suro, warga Ngebel mengadakan
upacara ritual. Seekor kambing dengan bulu warna putih tidak putus
melingkar bagian tengah tubuhnya atau yang disebut dengan kambing kedit
telah disembelih.
Darah
kambing yang ditampung di kain putih ini dihanyutkan ke muara telaga.
Bagian kepala akan dilarung ke telaga malamnya bagian kaki kambing akan
ditanam di empat tempat yg dianggap keramat.
Sementara
itu seorang warga akan mengemban tugas penting. Ialah pembawa sesaji ke
tengah telaga dalam ritual yang akan berlangsung nanti malam.Konon, tidak sembarang orang bisa membawa dan berenang menghayutkan sesaji ke tengah telaga.
Warga itu sendiri mengaku tidak punya ilmu penangkal apapun selain mahir
berenang. Lelaki tiga anak ini sehari-harinya bekerja sebagai pengawas
pengairan di Ngebel.
Bila
ada orang yang tenggelam di Ngebel, biasanya beliau yang diminta
mencari. Tak heran ia terus dipercaya sebagai pembawa larungan sesaji.
Disepanjang dermaga Telaga Ngebel, warga memasang ribuan dian terbuat dari botol bekas yg di isi minyak tanah diberi sumbu dari kain bekas sebagai penerangan disekitar telaga.
Kami sampai di aula kecamatan tempat larung akan dimulai. Sekitar 40
sesepuh Ngebel berkumpul. Mereka akan
tirakatan. Dalam acara ini, sejenis matra Jawa kuno dibaca bersama-sama.
Tidak
ada yang tahu pasti sejak kapan tradisi larung saji di Ngebel ini
berlangsung.
Seusai
tirakatan, saatnya menuju danau. Penerangan yang digunakan seadanya
menambah aroma mistis di tempat ini. Apalagi udara sangat dingin.
Tapi
semua itu tidak menyurutkan langkah para sesepuh untuk mengelilingi
danau menanam empat potongan kaki di tempat-tempat yg sudah ditentukan.
Di lanjut ribuan obor mulai dinyalakan dan berkumpul di lapangan Kecamatan berlanjut berjalan mengitari telaga.
Foto Ardany Kresna |
Foto Ardany Kresna |
Tradisi menyalakan obor saat malam 1 Suro ini sudah berlangsung lama. Menambah suasana mistis yang sudah terasa sejak pagi.
Ribuan
muda mudi dan para tetua berjalan kaki membawa obor berjalan mengitari
telaga, terlihat suasana yg sangat berbeda tampak di seputar telaga
terlihat lekuk lekuk telaga tegambar dengan jelas dan begitu cantiknya.
Setelah mengitari dan menanam syarat, upacara larung sesaji dimulai.
Foto Ardany Kresna |
Pembawa obor yang tiba di dermaga turun di kanan kiri nya sebagai penerangan untuk petugas pembawa sesaji potongan kepala kambing yang sudah dimasak dijadikan sesaji, dihanyutkan ke tengah telaga dibawa petugas.
Malam
yang gelap membuat pandangan ke tengah telaga tidak begitu jelas. Semua
yang hadir malam ini menanti kepulangan petugas pembawa.
Padahal
selain ada kisah angker yang membayangi, air di telaga sungguh amat
dingin.
Tepat
setelah sesaji di larung terlihat kembang api bermunculan disekitar
dermaga sebagai tanda pergantian tahun, tampak sorak sorai pengunjung
terlihat begitu meriahnya.
Foto Imron F |
Usai larung sesaji kembali diadakan doa bersama sebagai ungkapan
syukur. Besok pagi akan digelar kembali larung sesaji, tapi dengan
nuansa berbeda.
Oleh Beku Institute
foto :
Wildan Ahsani
Daniel Puji R
Isrom L
Nanang Diyanto
Shandy A A Miraza
Damar Sasongko
Tonang Baskoro
Zaky Mayasa
Praminto